Site Feed SOSIOLOGI AGAMA UIN: Mencoba Memahami Dan Menerapkan Teori Pierre Bourdieu

Thursday, April 03, 2008

Mencoba Memahami Dan Menerapkan Teori Pierre Bourdieu

REMAJA DAN BUDAYA

Mencoba Memahami Dan Menerapkan Teori
Pierre Bourdieu


  1. PENDAHULUAN

Dari sudut pandang sosiologis kebudayaan dilihat sebagai pola kelakuan warga masyarakat yang bersangkutan. Cara berpikir dan bertindak, bahkan cara mengembangkan perasaan tidak dilakukanorang tanpa patokan, tetapi mengikuti satu pola tertentu, suatu pola yang sudah dikenal dan disepakati bersama dan hendak dilestarikan eksistensinya. Anggota baru yang masuk ke dalam satuan budaya itu karena kelahiran atau sebagai pendatang, dan belum mengenal pola tingkah laku masyarakat itu, diwajibkan mengenal dan mempelajari serta membiasakan diri untuk berbicara dan bertindak sesuai dengan kebudayaan setempat.1

Kebudayaan menjadi perhatian para strukturalis, salah satunya Pierre Bourdieu yang memiliki konsep habitus. Menurut Bourdieu aturan budaya yang tersirat dalam karya mereka terlalu mekanis, tidak berbeda dengan arah kecenderungan di atas. Sebagai alternatifnya, ia mengajukan konsep habitus yang lebih fleksibel. Habitus ini didefenisikan sebagai seperangkat skema (Tatanan) yang memungkinkan agenn-agen menghasilkan keberpihakannya kepada praktik-praktik yang telah diadapttasi atau disesuaikan dengan perubahan situasi yang terus terjadi.

Dalam tulisan ini teori Bourdieu tersebut akan diterapkan atau dikaitkan dengan satu objek yang pada dasarnya berkaitan, karena objek tersebut, bisa dikatakan sebuah komunitas ataupun sekumpulan individu dalam masyarakat yang memiliki kesamaan usia dan fisik yang dapat memberikan ciri khas dalam keanggotaan mereka di masyarakat. Dimana, ciri tersebut terbentuk dari struktur sosial di luar diri mereka yang diinternalisasikan dan kemudian menjadi habitus.


  1. PEMBAHASAN

  1. Teori Habitus Pierre Bourdieu

Habitus didefenisikan sebagai seperangkat skema ( tatanan ) yang memungkinkan agen-agen menghasilkan keberpihakannya kepada praktek-praktek yang telah diadaptasi atau disesuaikan dengan perubahan situasi yang terus terjadi. Intisari dari hal ini adalah sejenis “improvisasi yang teratur”, sepotong prase yang berasal dari rumusan dan tema puisi lisan yang dikaji oleh Albert Lord.2

Selain itu, habitus juga didefenisikan sebagai struktur mental atau kognitif yang digunakan actor untuk menghadapi kehidupan sosial. Habitués dibayangkan sebagai struktur sosial yang diinternalisasikan yang diwjudkan. Sebagai contohnya, kebiasaan makan dengan menggunakan tangan kanan, yang dipelajari seseorang sejaka kecil dari orang-orang yang ada disekittarnya, sehingga terbawa sampai ia dewasa, karena kebiasaan tersebut sudah ia internalisasikan dalam dirinya. Sebagai contoh lainnya, yaitu kebiasaan seseorang berjalan di sebelah kiri pada jalan umum dan raya, dikarewnakan peraturan lalu-lintas, dimana hal itu merupakan peraturan dalam kehidupan sosial yang harus ditaati, karena ketaatan dari individu tersebut, hal yang tadinya merupakan peraturan menjadi kebiasaan kareana sudah terinternalisasi dalam diri setiap individu. Sehingga dapat dikatakan bahwa habitus adalah struktur sosial yang diinternalisasi sehingga menjadi suatu kebiasaan yang terus diwujudkan.

Habitus yang ada pada waktu tertentu merupakanhasil ciptaan kehidupan kolektif yang berlangsung selama periode histories yang relative panjang. Habitus menghasilkan, dan dihasilkan oleh kehidupan sosial. Dan tindakanlah yang mengantarai habitus dan kehidupan sosial. Menurut Bourdieu, habitus semata-mata “mengusulkan” apa yang sebaiknya dipikirkan orang dan apa yang sebaiknya mereka pilih untuk sebaiknya dilakukan.3 Seperti halnya makan, minum, berbicara, dan lain sebagainya.


  1. Penerapan Teori Pierre Bourdieu dalam kehidupan Remaja

Remaja merupakan bagian dari masyarakat yang sangat menarik untuk dibicarakan, karena remaja memiliki banyak hal yang menarik untuk diteliti.

Masa remaja adalah masa transisi, dimana peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa ini remaja banyak mendapatkan goncangan dikarenakan bbanyak hal dilematis yang harus mereka hadapi. Pada satu sisi remaja dikatakan tidak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri, dan disisi lain remaja menganggap dirinya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa campur tangan dari orang disekitarnya, hal inilah sebagai salah satu penyebab ketergoncangan remaja.

Sikap dan tingkah laku remaja, pada dasarnya disesuaikan dengan masa dan lingkungan yang ada disekitarnya. Tidak bisa seseorang mengatakan, kenapa remaja sekarang begini tidak seperti dulu dan sebaliknya. Mungkin bagi seorang sosiolog, pemikiran seperti itu sangat kolot dan tidak dipahami dari situasi dan kondisi yang ada. Remaja sebagai agen dalam pemikiran Bourdieu, bersikap dan bertingkah laku ataupun berbicara yang menjadi ciri suatu remaja pada satu waktu adalah sosialisasi, dimana remaja sebagai makhluk sosial dari sejak kecil, belajar makan, berbicara, berpakaian, dan lain sebagainya adalah merupakan hasil dari ia berinteraksi dari lingkungan sosial yang ada disekitarnya, sehingga terkadang semua yang ada di dalam diri remaja itu adalah cerminan dari struktur sosial yang ada di sekitarnya. Apa yang ia pelajari lalu ia terapkan dalam kehidupan sosial dan berlangsung terus menerus sehingga apa yang ia pelajari itu terinternalisasi dalam dirinya, sehingga menjadi habitus yang menjadikan remaja ataupun masyarakat lainnya berbeda.

Apalagi jika berbicara remaja sekarang, dulu, desa, ataupun kota, cukup jelas sekali. Pada masa-masa 1980-an dan sebelumnya remaja sangat menurut dengan apa yang dikatakan orang tua ataupun orang lain yang lebih tua darinya, kehidupannya pun sangat sederhana, pulang sekolah membantu orang tua, dan setelah itu langsung pergi ke surau untuk mengaji, karenaga tidak banyak yang bisa dilakukan oleh remaja pada masa itu. Hal ini juga menggambarkan remaja desa yang tidak banyak memiliki kesempatan dalam menikmati kehidupan sebagai remaja.

Lain halnya dengan remaja pada zaman sekarang, kebebasan pemikiran yang memang menjadi landasan di suatu negara, khususnya Indonesia, menjadikan generasi muda semakin bebas berpikir dan merasa dapat bertindak bebas pula. Sebagai contoh, remaja dalam suatu wadah tertentu, lebih banyak menghabiskan waktu untuk hura-hura, berkumpul membicarakan hal yang tidak penting ataupun sekedar makan maupun jalan. Teknologi yang maju menjadikan banyak perubahan dalam perilaku remaja. Gambaran remaja yang hedonis dalam media televisi dalam bentuk sinema elektronik (Sinetron), hal itu mereka lihat dan secara tidak langsung mereka lakukan dan lambat laun masuk ke dalam diri mereka, sehingga perilaku mereka pun menjadi hedoinis pula.

Pergaulan remaja yang sekarang juga banyak dikaitkan dengan seks bebas, pada dasarnya diperoleh remaja dari lingkungan sosialnya, baik dari teknologi yang semakin maju, maupun lingkungan sosial yang dekat dengan remaja, atau dengan kata lain lingkungan sosial sangat berperan dalam menjadikan habitus remaja, khususnya keluarga.


III. PENUTUP

Remaja yang berbeda tempat, waktu, anggota dapat menjadikan remaja yang berbeda pula. Karena pada dasarnya manusia yang bermasyarakat selalu berbeda berdasarkan lingkungan, waktu, kondisi pada masanya, sehingga interaksinya pun berbeda. Namun, hal-hal ini yang sebelumnya merupakan struktur sosial biasa menjadi ciri suatu komunitas tertentu yang diinternalisasikan menjadi sebuah habitus bagi remaja tersebut.


  1. REFERENSI

  1. D. Hendropuspito, OC., SOSIOLOGI SISTEMATIK, (Kanisius: Jakarta), 1989

  2. Peter Burke, SEJARAH DAN TEORI SOSIAL, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), 2001

  3. Ritzer, George, dan Goodman, Douglas, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana,2003.




1 D. Hendropuspito, OC., SOSIOLOGI SISTEMATIK, (Kanisius: Jakarta), 1989, h. 149.

2 Peter Burke, SEJARAH DAN TEORI SOSIAL, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), 2001, h. 179-181.

3 George Ritzer, dan Doouglas Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana),2003, h. 523-524

0 Comments:

Post a Comment

<< Home